Pengikut blog

Minggu, 28 Oktober 2012

LATAR BELAKANG DAN SEJARAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

Latar Belakang dan Sejarah Pendidikan kewarganegaraan di Perguruan Tinggi Indonesia, Pegertian Pkn, Visi dan Misi Pkn, Urgensi, Kompetensi yang di Harapkan, Garis Besar Bahan Perkuliahan.


Latar Belakang dan Sejarah Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi Indonesia

  • Tahun 1945 – 2004 negara Indonesia menuju demokrasi.Pemilu belum luber, masih menggunakan wakil rakyat ( DPR )
  • Tahun 1994 oleh AS baru memasukkan Civic Education dalam pendidikan
  • Dewan erpa merespon dan memprakarsai untuk mengembangkan kurikulum pendidikan kewarganegaraan
  • Kecenderungan pembangunan kurikulum pendidikan di Eropa mempengaruhi sikap Negara – Negara di Asia, mislanya jepang, Indonesia.
  • Era goalisasi di tingkat local maupun regional, pengembangan pendidikan Kewarganegaraan menjadi tuntutan jaman.
  • Generasi muda mengatakan “Bela Negara hanya menjadi kewajiban para aparat Negara”.

             Kemudian muncul penelitian penelitian daei berbagai Negara di Dunia, yaitu :
  • Perlunya melakukan kajian ulang terhadap prinsip – prinsip dan tujuan pendidikan di Indonesia. UUD 1945 : 27( WNI wajib membela Negara)
  • Hasil penelitian menunjukkan gambaran yang beragam tentang prakte operasionalisasi pendidikan di berbagai Negara.
  • Pendidikan kewarganegaraan di Australia meliputi 3 mapel yaitu Sosiologi, Geografi, dan Sejarah.
  • Di hongkong pendidikan kewraganegaraan merupakan mata pelajaran pilihan melalui pelajaran eksra kurikuler, papan display, dan diskusi – diskusi tingkat sekolahan.
  • Di Jepang pendidikan Kewarganegaraan diberikan melalui pendidikan moral, agama, serta ilmu social, ketiga maple tersebut merupakan mapel wajib.
  • Di Taiwan mapel wajibnya yaitu ; sejarah, politik, bidang studi ekonomi, sosiologi, kewarganegaraan.
  • Di Indonesia menggunakan separate approach ( berdiri sendiri ) melalui mapel khusus yaitu ; Pkn, Mata kuliah dasar khusus untuk Perguruan Tinggi ( Pancasila dan kewiraan, penataran P4 ). Mata kuliah tersebut gagal karena terlalu normative, materi cenderung militeristik, dan pendidikan tak demokratis.
  • Beberapa kegagalan di atas memberikan gambaran bahwa perubahan paradigm dalam civic education yang dikembangkan di lembaga pendidikanPerubahan dalam paradigm materi diarahkan secara sistematis  pada pengembangan wacana demokrasi yang berkembang, sednagkan perubahan paradigm metodologis di arahkan untuk mengembangkan daya nalar anak didik secara kritis dalam kelas – kelas yang partisipatif sehingga mereka benar benar dapat mengalami demokrasi dalam pembelajaran mereka.
  • Latar belakang di atas member pengertian akan pentingnya civic education di Indonesia atas pertimbangan lemahnya nilai – nilai good citizen pada masyarakat yang sedang mengalami transformasi dan nilai – nilai otoritarianisme ke nilai nilai demokrasi.
  • Dengan demikian perlu civic education sebagai salah satu jalan terbaik mengubah mentalitas masyarakat Indonesia agar menjadi warga Negara yang partisipatif di negerinya sendiri.
  • Sala satu peluang dalam mengembangkan civic education di Indonesia adalah melalui lembaga perguruan tinggi,Perguruan tinggi memiliki akses yang kuat dengan masyarakat, akrena kepercayaan masyarakat bahwa perguruan tinggi merupakan wadah bagi pengembangan ilmu pengetahuan yang di aplikasikan melalui Tri Dharama Perguruan Tinggi, yaitu pengajaran, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat.Di samping itu perguruan tinggi juga memiliki aksesa yang kuat untuk melibatkan elemen – elemen bangsa yang lain, seperti LSM.
  • Semangat dan jiwa yang tertuang dalam pembukaan dan batang tubuh UUD 1945 (antara lain pasal 30), serta pengalaman perjuangan bangsa Indonesia untuk menjamin tetap tegaknya NKRI selama lebih dari setengah abad telah menumbuhkan tekad dan keyakinan bangsa Indonesia serta merupakan suatu hal yang tak terelakan, bahwa kelangsungan hidup bangsa dan Negara Indonesia.
    Semangat demikian inilah yang tersirat dalam pasal 30 UUD 1945 yang menegaskan bahwa “ Tiap-tiap warganegara Indonesia berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan Negara”. Rumusan pasal 30 UUD 1945 ini mengandung makna adanya semangat semangat “demakratisasi” dalam penyelenggaraan pembelaan Negara. Dekratisasi dalam bidang aspek-aspek kehidupan bangsa, mempersyaratkan tiap-tiap warganegara memiliki kesadaran akan hak dan kewajibannya itu. Namun demikian disadari bahwa kesadaran warganegara terhadap hak dan kewajibannya itu tidak dibawa sejak lahir, tetapi harus ditanamkan, ditumbuhkan serta dikembangkan yaitu melalui upaya sosialisasi.
    Sosialisasi adalah upaya memberikan pengetahuan dan ketrampilan kepada seseorang agar ia dapat melaksanakan peranannya dalam kehidupan social tertentu. Upaya sosialisasi yang terbaik adalah melalui pendidikan. Berdasarkan pada pemikiran demikian itu, pendidikan kewiraan sebagai upaya untuk menumbuh kembangkan kesadaran hak dan kewajiban warganegara dalam bela Negara dimasukan dalam kurikulum pendidikan tinggi.
  • Dalam era reformasi, berturut-turut dengan keputusan Mendiknas No.232/U/2000, Kep Dirjen Dikti No.38/Dikti/Kep/2002, ditentukan bahwa nama mata kuliah Pendidikan kewiraan secara formal tidak lagi digunakan, istilah yang digunakan Pendidikan Kewarganegaraan. Dalam komponen kurikulum Pendidikan tinggi. Pendidikan kewarganegaraan bersama-sama pendidikan pancasila dan pendidikan Agama merupakan Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK).                          
  •  Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan    Hakikat pendidikan kewarganegaraan adalah upaya sadar dan terencana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa bagi warga negara dengan menumbuhkan jati diri dan moral bangsa sebagai landasan pelaksanaan hak dan kewajiban dalam bela negara, demi kelangsungan kehidupan dan kejayaan bangsa dan negara.


    Visi dan Misi

    Visi Pendidikan Kewarganegaraan
          Menjadi program studi unggulan dalam pengembangan dan penerapan pendidikan kewarganegaraan yang berbasis pendidikan, penelitian, dan pelatihan serta mampu menghasilkan lulusan yang professional dalam pendidikan kewarganegaraan, berintegritas dan moralitas serta beretos kerja tinggi.

    Misi Pendidikan Kewarganegaraan
    1. Menyelenggarakan TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI sehingga menghasilkan lulusan yang berkualits dalam profesi keguruan bidang Pendidikan Kewarganegaraan.
    2. Melaksanakan administrasi akademik dan pelayanan kemaha-siswaan secara professional dan prima sehingga mahasiswa termotivasi untuk menjadi  lulusan yang terbaik.
    3. Urgensi Pendidikan Kewarganegaraan Di Indonesia
         Perang Dingin antara Blok Barat dan Blok Timur yang berlangsung sejak tahun 1945 secara tak terduga berakhir pada tahun 1991. Hal ini ditandai dengan beberapa momentum yang erjadi di negara-negara eks-komunis seperti digulingkannya diktator-diktator di Romania, Hungaria, dan Bulgaria, dirobohkannya Tembok Berlin, dan yang paling menentukan adalah runtuhnya Uni Soviet, negara sentral komunisme, pada tahun 1991.
              Perang Dingin yang berlangsung selama beberapa dekade telah memanaskan suhu
      dunia dan menciptakan sebuah medan pertempuran politis, ideologis, kultural, dan militeristik. Namun setelah perang tersebut berakhir, dunia seolah mengalami kevakuman. Kemunculam Amerika Serikat sebagai satu-satunya negara adikuasa yang selama Perang Dingin yang mempromosikan liberalisme dan kapitalisme secara psikologis menempatkannya sebagai satu-satunya yang dapat mengatur dunia tanpa perlawanan dari negara manapun. Pasca Perang Dingin, Amerika Serikat dan negara-negara sekutunya dengan gencar mengampanyekan demokrasi, penegakan HAM, dan sistem pasar bebas ke negara-negara eks-komunis dan
      Dunia Ketiga, sebagai ‘pengisi kevakuman’ pasca Perang Dingin.
      Namun pada praktiknya, kampanye tersebut menimbulkan ketidakpuasan dari masyarakat internasional manakala Amerika
             Dalam kehidupan sosial, politik, dan budaya, globalisasi yang didengungkan negara-negara maju secara langsung maupun tidak langsung banyak berpengaruh pada tatanan sosial, politik, dan budaya bangsa lain termasuk Indonesia dan jelas akan berpengaruh pada kondisi spiritual bangsa.
      Untuk Indonesia, saat ini bangsa dan negara setidaknya dihadapkan pada tiga permasalahan utama, antara lain: pertama, tantangan dan mainstream globalisasi; kedua, permasalahan-permasalahan internal seperti korupsi, destabilisasi, separatisme, disintegrasi, dan terorisme; dan ketiga, penjagaan agar ‘roh’ dan semangat reformasi tetap berjalan pada relnya (on the right track).
               Permasalahan pertama dan kedua lebih didominasi oleh eksekutif dan legislatif
      sementara permasalahan ketiga hendaknya dijawab oleh setiap elemen masyarakat. Pemberdayaan elemen masyarakat, khususnya elemen civitas academica, dapat dilakukan dengan pengajaran civic education atau Pendidikan Kewarganegaraan. Pengajaran tersebut diharapkan dapat membangkitkan dan meningkatkan kesadaran siswa dan mahasiswa akan
      permasalahan-permasalahan yang dihadapi bangsa dan negara. Implementasi dari kesadaran tersebut dapat dilihat dari kontribusi dan partisipasi aktif mereka dalam usaha meningkatkan kualitas kehidupan sosial, politik, dan budaya bangsa dan negara secara keseluruhan. Pengajaran Kewarganegaraan di Indonesia, dan di negara-negara Asia pada umumnya, lebih ditekankan pada aspek moral (karakter individu), kepentingan komunal, identitas nasional, dan perspektif internasional.Hal ini cukup berbeda dengan Pendidikan Kewarganegaraan di Amerika dan Australia yang lebih menekankan pada pentingnya hak dan tanggung jawab
      individu serta sistem dan proses demokrasi, HAM dan ekonomi pasar.
              pengajaran Pendidikan Kewarganegaraan di semua jenjang pendidikan di Indonesia
      adalah implementasi dari UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 9 ayat (2) yang menyatakan bahwa setiap jenis, jalur,dan jenjang pendidikan di Indonesia Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan.
      Ditingkat Pendidikan Dasar hingga Menengah, substansi Pendidikan Kewarganegaraan digabungkan dengan Pendidikan Pancasila sehingga menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Untuk Perguruan Tinggi Pendidikan Kewarganegaraan diajarkan sebagai MKPK (Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian).

      Deskripsi Mata Kuliah
            Pendidikan Kewarganegaraan pada dasarnya mengajarkan kita dan memberi masukan yang positif dari segi ilmu pengetahuan. Di mana kita dapat mempelajari berbagai hal mulai dari suatu individu hingga negara itu sendiri dan status-status lainnya. Pendidikan Kewarganegaraan dapat memberikan kita gambaran tentang cita-cita, harapan, dan lainnya yang kesemuanya tidak hanya kita lihat dari satu sudut, tetapi dari segi yang berbeda dan pandangan serta pendapat yang berbeda pula.Pendidikan kewarganegaraan mungkin bisa menjadi bahan untuk tindak ulang, misalnya dengan adanya pendidikan tersebut kita dapat lebih memperhatikan pola pikir generasi muda kita yang sekarang ini mungkin sudah berbeda dan menyimpang jauh.
      Oleh sebab itu perlu adanya pendidikan kewarganegaraaan mulai usia dini, sehingga kita benar-benar tahu tentang arti dan pentingnya apa yang ada di sekitar kita saat ini, esok, dan masa depandan moral bangsa dalam perikehidupan bangsa.  Setiap anggota masyarakat sangat mendambakan generasi mudanya dipersiapkan untuk menjadi warganegara yang baik dan dapat berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat dan negaranya. Keinginan tersebut lebih tepat disebut sebagai perhatian yang terus tumbuh, terutama dalam masyarakat demokratis. Banyak sekali bukti yang menunjukkan bahwa tak satu pun negara, termasuk Indonesia, telah mencapai tingkat pemahaman dan penerimaan terhadap hak-hak dan tanggung jawab di antara keseluruhan warganegara untuk menyokong kehidupan demokrasi konstitusional. Seluruh rakyat hendaknya menyadari bahwa Pendidikan Kewarganegaraan sangat penting untuk mempertahankan kelangsungan demokrasi konstitusional. Sebagaimana yang selama ini dipahami bahwa ethos demokrasi sesungguhnya tidaklah diwariskan, tetapi dipelajari dan dialami.
               Setiap generasi adalah masyarakat baru yang harus memperoleh pengetahuan, mempelajari keahlian, dan mengembangkan karakter atau watak publik maupun privat yang sejalan dengan demokrasi konstitusional. Sikap mental ini harus dipelihara dan dipupuk melalui perkataan dan pengajaran serta kekuatan keteladanan. Demokrasi bukanlah “mesin yang akan berfungsi dengan sendirinya”, tetapi harus selalu secara sadar direproduksi dari suatu generasi ke generasi berikutnya (Toqueville dalam Branson, 1998:2).
      Oleh karena itu, Pendidikan Kewarganegaraan seharusnya menjadi perhatian utama. Tidak ada tugas yang lebih penting dari pengembangan warganegara yang bertanggung jawab, efektif dan terdidik. Demokrasi dipelihara oleh warganegara yang mempunyai pengetahuan, kemampuan dan karakter yang dibutuhkan. Tanpa adanya komitmen yang benar dari warganegara terhadap nilai dan prinsip fundamental demokrasi, maka masyarakat yang terbuka dan bebas, tak mungkin terwujud. Oleh karena itu, tugas bagi para pendidik, pembuat kebijakan, dan anggota civil society lainnya, adalah mengkampanyekan pentingnya Pendidikan Kewarganegaraan kepada seluruh lapisan masyarakat dan semua instansi dan jajaran pemerintahan. Untuk maksud tersebut maka dibukalah Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) Sekolah Pascasarjana UPI dengan harapan dapat menyiapkan tenaga pendidik, peneliti, maupun pengamat bidang PKn yang memiliki expertise/scholarship, yakni terdidik baik (well-educated) dalam bidang PKn dan terlatih baik (well-trained) dalam pembelajaran PKn; collegialism, yakni memiliki kesejawatan akademis, profesional dan personal; ethical, yakni memberi keteladanan, membangun kemauan dan kreativitas. Mengacu pada perlunya menyiapkan tenaga pendidik, peneliti, maupun pengamat bidang PKn yang memiliki kualifikasi sebagaimana dijelaskan di atas, pelaksanaan program diarahkan untuk mendidik para mahasiswa agar mampu (1) menguasai landasan dan kerangka filosofik PKn sebagai sistem pengetahuan; (2) menguasai substansi PKn sebagai domain kurikuler maupun sosial-kultural secara mendalam dan meluas; (3) menguasai landasan dan kerangka epistimologi PKn; (4) menguasai konsep dan metode disiplin keilmuan lain yang menopang PKn sebagai sistem pengetahuan; (5) menguasai kerangka pedagogik dan andragogik PKn; (6) menguasai kerangka kontekstualisasi dan operasionalisasi PKn untuk berbagai konteks; (7) melakukan kajian/penelitian ilmiah PKn untuk pengembangan keilmuan dan peningkatan kualtas PKn di sekolah dan di masyarakat; (8) mengkomunikasikan substansi dan metode keilmuan PKn dalam suasana edukasi, enkulturasi, dan/atau sosialisasi; (9) memiliki kepribadian sebagai pendidik, peneliti, dan/atau pengamat PKn.



     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar